Pak Edi. Begitu ia dipanggil...
Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba mengungkap “SOSOK” seorang lelaki yang tetap istiqomah meskipun dihimpit dengan kehidupan duniawi yang sempit.
Beliau adalah Pak Edi, suami dari seorang ibu rumah tangga dan ayah dari dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Awalnya, saya mengenal sosok Pak Edi lantaran saya sering bertemu dengan beliau di mushola dekat rumah kontrakan saya-maklum saya orang perantauan. Beliau sering dipercaya menjadi imam yang memimpin kami dalam sholat jama’ah. Bacaan sholatnya hampir sempurna, hafalan surat beliau sungguh bagus, tajwidnya dipakai dengan benar, subhanallah. Beliau adalah sosok yang bersahaja, terlihat dari apa yang beliau kenakan, apa yang beliau ucapkan, dan apa yang beliau kerjakan.
Waktu terus bergulir sampai akhirnya saya diberi tugas oleh LDK di kampus saya untuk mensurvey anak yatim yang ada di lingkungan kelurahan yang saya tempati sehubungan dengan adanya Santunan Anak Yatim di Bulan Muharam. Saya mensurvey dari RT satu ke RT yang lainnya hingga tibalah waktu saya untuk mrensurvey RT yang saya tempati. Saya sowan ke rumah kepala RT. Saya diberi data anak yatim dan kaum dhuafa yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggal saya. Kebetulan sekali beliau adalah aktivis sosial dan pengurus panti asuhan putri di kota Tegal. Alhamdulillah, saya benar-benar mendapat pencerahan. Setelah bercerita banyak mengenai aktivitas beliau di bidang soasial khususnya bagi kaum dhuafa dan anak yatim, beliau memberikan data tambahan informasi kepada saya. Ya, beliau menganjurkan saya untuk mencantumkan nama Pak Edi dan keluarganya ke dalam daftar orang-orang yang mendapat santunan pada acara yang akan diselenggrakan oleh LDK kampus saya. Masya Allah... saya sangat terkejut. Hati saya sungguh sedih dan miris lebih tepatnya ketika mengetahui bahwa imam masjid yang sangat sholeh dan bersahaja itu merupakan salah satu kaum dhuafa di lingkungan saya. Ya, Pak Edi tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Terkadang menjadi pencari rumput untuk tetangganya yang mempunyai hewan ternak, terkadang ia menjadi pembuat kandang bagi hewan ternak tetangganya. Ya, pekerjaan halal seadanya adalah pekerjaan tetapnya. Maha Suci Allah yang mencukupkan segala kebutuhan hambaNya.
Ya Allah, Ya Rabb...Sungguh hamba hanya makhluk kecil yang tidak akan mampu memahami rencananmu, tetapi yang hamba yakini inilah yang terbaik dan terindah bagi Pak Edi dan keluarganya. Saya mendapat kabar dari ketua RT saya bahwa beliau (Pak Edi) akan mengirim anak pertamanya yang sekarang duduk di kelas 6 SD ke pesantren begitu ia lulus dari SD. Beliau ingin menjadikan anaknya sebgai mujahid di jalan Allah. Subhanallah.
Sahabat, apa pelajaran yang bisa kita ambil dari sosok Pak Edi? Ya. Istiqomah. Apapun keadaannya, apapun halangannya, dan apapun masalahnya tetaplah berusaha untuk menomorsatukan Allah dan Rosulnya. Lihatlah Pak Edi yang selalu berusaha berjama’ah di mushola bahkan menjadi imam meskipun rezekinya seret, kehidupan dunianya sungguh minim. Sedangkan sebagian dari kita, ketika ditimpa musibah, ketika rezeki seret, dan dunia menyempit kita sering menyalahkan Allah, tidak ridho akan rencananya untuk kita dan imbasnya kita menjauhiNya. Bukannya mendekatkan diri dan meminta cinta kasihNya dengan penuh kerendahan hati, berbagai pengingkaran dan pembangkangan akhirnya malah kita lakukan. Na’udzubillhimindzalik.
Padahal, Allah telah berfirman bahwa ‘Hanya dengan mengingat Allah lah hati akan menjadi tentram’. Ya, mengingatnya. Dalam keadaan sempit ataupun lapang, dalam keadaan susah maupun senang. Mungkin secara kasat mata kita menilai bahwa kehidupan duniawi yang melimpah, katakan saja kekayaan adalah sumber ketenangan hati bagi setiap orang. Tapi saya katakan, TIDAK. Dalam hal ini, saya tidak melarang sahabat sekalian untuk menjadi orang kaya. Kaya harta itu biasa, kaya hati juga biasa. Yang luar biasa adalah kaya hati dan kaya harta. Jadi, kekayaan bukanlah tujuan hidup tetapi alat sebagai untuk mensejahterakan umat dan penyebar nilai keislaman yang sekarng ini mulai pudar terhapus oleh pena westernisasi.
Sahabat, di akhir pembahasan mengenai sosok yang coba saya angkat kali ini marilah kita bersama-sama bermuhassabah. Menghisab apa saja kelalaian atau kesalahan yang telah kita lakukan, kemudian berusaha untuk memperbaikinya. Jangan menunggu hisab di padang mahsyar, di sana tak akan ada lagi waktu untuk memperbaiki diri. Yang ada hanyalah keputusan final mengenai tempat tinggal kita, surga tau neraka.
Sahabat, diri yang menulis ini bukanlah sosok yang bisa dikatakan anggun, berakhlak, ataupun shalihah. Saya hanya wanita biasa yang ingin mencoba menggunggah hati saya sendiri dan sahabat sekalian untuk bersama-sama melakukan perbaikan diri, memantaskan diri dihadapanNya Yang Maha Agung. Mencoba menggunggah hati sahabat untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah sahabat peroleh. Mencoba menggugah sahabat untuk membuka mata dan melihat realita yang jauh lebih miris dariapada kehidupan kita sendiri yang biasanya kita anggap paling miris, padahal di luar sana....masih banyak saudara kita yang kurang beruntung dibandingkan kita semua, mereka yang membutuhkan uluran tangan dan do’a dari kita semua. Sahabat, selipkanlah do’a untuk mereka agar selalau dicukupkan rezekinya oleh Yang Maha Mencukupkan, mereka yang rela kelaparan dan kedinginan, tidak menukar agama Islam dengan sekardus mi instan atau jaminan pendidikan gratis. Mereka yang tetap tegar meskipun angin keberuntungan tidak bertiup ke arah mereka. Mereka yang dipandang sebelah mata, tetapi yang mampu membuka mata hati kita untuk menyadari arti kehidupan yang tak sebatas dunia saja. Dunia hanya semnatara, akhiratlah yang kekal.
Berbagilah dengan mereka dengan apa yang engkau punya, meskipun itu hanya senyuman...
Maafkan segala keterbatasan yang saya punya yang tercermin dari tulisan yang saya buat, sekali lagi saya hanya wanita biasa yang jauh dari kata shalihah. Saya hanya ingin bersama-sama bergerak maju menyambut ridhoNya bersama sahabat sekalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar